pacu hasrat setengah ragu
memarkir becak, di pinggir trotoar pagar kayu
buai-buai aroma parfum dari Perancis sampai minyak nyong-nyong merayu
ah, paras Yetti dan Ikke begitu ayu
satu menoleh padaku
tersenyum simpul balas kerling goda mataku
si Yetti mendekat, tanpa ragu
lamat-lamat merangkul tangan dan menempel dadanya di lenganku
“hei sayang, berapa duit kau tawarkan padaku?”
kimaklah! persetanlah dengan nasib besok makan apa
jeritan bini tangisan anak dengar sambil lalu saja
tinggal bilang ” beginilah nasib penggembala becak di pinggir kota”
terserah nasib, asal selangkangan puas merona
pegang lembut itu dagu sayu
belai turun, selipkan uang lima ribu
mata itu jadi mendelik garang lalu ditamparnya aku
“uang segitu, elok kau kangkangi saja kambing bapakmu”
malu-malu aku berlalu
mengutuk, menyampah pun tiada ragu
alamak, kepalang nian rasa menderu
tak apalah menabung dulu barang seminggu
…
kali ini, becakku memecah jalanan tanpa ragu
buru-buru memburu jalanan penuh parfum nan merayu
hasrat seminggu siapa yang bisa menahan deru?
membayang paras Yetti nan ayu
…
sesampai simpang tiga, tergeletak si Ikke dengan muka sayu
disampingnya, tubuh Yetti terbelah dari selangkangan ke dada terbujur kaku.
Malang, Agustus 2010
Jelaga 