Rebah

Posted: 14 Mei 2012 in 1. Sastra, 3. Sajak

malam temaram
gigilmu akan cerita senja: kelam
kau tengok jalanan tadi?
tiada bunga bisa kau ciumi
ada nestapa luruh tibatiba
disela renai kabut pagi buta
dalam entah,
kuhembus asap lisong mengering-basah

akan kau cari kemana cahaya jika tak tunggu pagi?

kini coba kau tulis sampah aroma merkuri
anak-anak kusta jadi tema puisi
atau tentang altar-altar yang dicuri
lalu dihitamkan sejarah
asap lisong sekali lagi mendesah-basah

ah, seorang tua mati dengan satu cap tanda: lekra

Malang, 2012.

ada seorang yang diam menerima saja segala tiba
mencatat
mengingat
apakah sedemikian mudah melupakan perih tertadah?
di suatu masa,
yang baik, yang tidak baik
terbalas !!
lunas !!
tuntas !!

dan seseorang, kembali diam menerima segala tiba

 

Malang, Juni 2011

Pagi Biru

Posted: 4 Mei 2011 in 1. Sastra, 3. Sajak, 4. Essay

langit biru
sepoi angin tajam
matari sungsang
lembut kabut
runtuh

aku tertelan

gundah
serapah

source gambar : http://bit.ly/iE7qxk

di Hari Chairil mati

Posted: 29 April 2011 in Tulisan Ngasal

sampailah pada pagi ini. aku rasa keadaannya sama, persis sama. mata lelah begadang semalaman hanya karena sebuah hal yang namanya keasyikan. atau mungkin pelarian? entahlah. kurasa semua berjalan biasa saja dengan ketakutan akan suatu hal. akan sebuah tanya “nanti jadi apa”.

kapan hari sebuah kata “hidup hanyalah menunda kekalahan”, ya ada benarnya juga. tidak ada yang namanya kemenangan akan hidup kalo toh nanti semua jadi senja, lalu beranjak mati. kalo aku boleh bertanya, pada saat seperti apa orang-orang itu, kamu, kalian merayakan akan suatu hal yang disebut kemenangan?

begitu banyak hal, begitu banyak beban. aku pikir, di sekali hidup ini kenapa tak dinikmati, kenapa harus selalu diratapi? kenapa harus “jadi orang” untuk diakui kalau aku hidup? ah,, aku sekarang orangnya bisa tahan, kata Chairil. kalaulah memang hidup hanya menunda kekalahan, seperti yang dibilangnya juga, mungkin ada satu hal berarti yang harus dilakukan sebelum pada akhirnya mati.

tapi aku tidak akan pernah mau “jadi orang”

Kanak-Kanak Hujan

Posted: 16 Maret 2011 in 1. Sastra, 3. Sajak

kepadamu awan, tempat anak-anak memuja
hujan, lalu berlarian
riang di halaman

kepada keriangan kala
hujan, adakah alir yang menghanyutkan
kesepian? bermuara di samudra maha dalam?

Atau memang sepi tak pernah hanyut
hanya serupa gigil kuyup jiwa-jiwa hitam yang semakin kuncup

Ah, hujan.. Setidaknya anak-anak masih riang di halaman.

Maret 2011